[MATERI PENGANTAR EKONOMI] BANK SEBAGAI TEMPAT MENABUNG

7:10:00 PM

BANK SEBAGAI TEMPAT MENABUNG
Bank umum adalah suatu badan usaha yang kegiatan utamanya menerima simpanan dari masyarakat dan atau pihak lainnya kemudian mengalokasikannya kembali untuk memperoleh keuntungan serta menyediakan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran. Berdasarkan pengertian tersebut, bank menjalankan fungsi yang berkaitan dengan pengumpulan dana, pengalokasian dana serta penyediaan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran. Berikut adalah fungsi-fungsi pokok bank umum:
a. menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan ekonomi
b. menciptakan uang melalui pembayaran kredit dan investasi
c. menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat
d. menyediakan jasa-jasa pengelolaan dana dan trust atau wali amanat kepada individu dan perusahaan
e. menyediakan fasilitas untuk perdagangan internasional
f. memberikan pelayanan peyimpanan untuk barang-barang berharga
g. menawarkan jasa-jasa keuangan lain misalnya kartu kredit, cek perjalanan, ATM, transfer dana, dan sebagainya.

Dalam memberikan layanan kepada nasabah, bank bersedia memberi layanan sesuai dengan yang diinginkan oleh nasabah. Nasabah bank terdiri dari berbagai kalangan seperti rumah tangga (individu), perusahaan baik yang berskala besar, menengah atau kecil. Kegiatan layanan bank untuk nasabah berskala besar tentu tidak sama dengan layanan yang diberikan kepada individu. Untuk melayani nasabah yang mempunyai kepentingan yang berbeda tersebut, bank bisa menggunakan wholesale banking (corporate banking), retail banking, atau private banking.

Wholesale banking atau corporate banking adalah kegiatan layanan bank kepada nasabah yang berskala besar. Untuk nasabah yang berskala besar (biasanya perusahaanperusahaan besar) biasanya dibedakan dengan layanan kepada individu. Retail banking atau consumer banking adalah kegiatan layanan bank kepada nasabah berskala kecil dan menengah. ATM adalah salah satu contoh layanan bank kepada nasabah berskala kecil dan menengah. Private banking adalah kegiatan layanan bank kepada nasabah yang terkemuka dan orang-orang kaya yang lebih menyukai layanan secara khusus dari bank.
Banyak orang-orang yang berduit lebih menyukai layanan khusus yang tidak sama dengan orang-orang lain.
Pengelolaan Bank Umum
Bank umum adalah lembaga keuangan yang memberikan layanan jasa-jasa keuangan. Bank sebagai financial intermediary mempunyai peran yang penting dalam perekonomian. Pengelolaan bank membutuhkan adanya keterpaduan antara dua tujuan/kepentingan. Bank sebagai lembaga yang mencari keuntungan, juga harus mempertimbangkan juga masalah keamanan dan likuiditas. Semakin likuid sebuah asset akan semakin kecil yang bisa dihasilkan oleh asset tersebut. Bank harus mempertimbangkan trade-off antara likuiditas dan profitabilitasnya. Dalam pengelolaan bank harus dipertimbangkan jangka waktunya karena dalam mengelola bank harus dipertimbangkan tujuan yang akan dicapai baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Dalam jangka pendek bank bertujuan memelihara likuiditasnya, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah mencari keuntungan.
Dalam mengelola likuiditas ini bank membedakan antara rekening yang bisa dikendalikan dan rekening yang tidak bisa dikendalikan. Rekening yang tidak bisa dikendalikan oleh bank meliputi simpanan para nasabah serta pinjaman yeng diberikan pada nasabah, cek yang akan diuangkan. Rekening-rekening ini tidak bisa dikendalikan oleh bank kapan akan terjadi penarikan cek oleh nasabah, kapan dan berapa banyak nasabah akan menabung di bank. Rekening yang bisa dikendalikan meliputi sertifikat deposito, dan surat berharga jangka pendek. Bank dapat mengatur kapan sebaiknya membeli surat berharga dan berapa banyak.
Pencapaian tujuan bank baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang ditentukan oleh beberapa faktor seperti falsafah yang dianut, biaya minimum, dan faktor lain. Falsafah pengelolaan bank dikenal ada dua macam yaitu pola agresif dan pola konservatif. Pola agresif lebih menekankan pada tujuan pencapaian keuntungan sehingga dalam pola ini lebih disukai adanya resiko. Bank akan selalu mencari alternatif sumber dari luar daripada hanya mengandalkan kemampuan dari dalam. Dalam pola ini profitabilitas mempunyai peranan. Pola konservatif lebih menyukai tidak adanya resiko sehingga likuiditas bank akan selalu terjaga (aman). Dalam pola ini bank lebih menekankan pada penggunaan dana intern daripada mengandalkan pinjaman dari luar. Pola konservatif lebih mengutamakan keamanan daripada profitabilitasnya.

Manajemen Likuiditas Bank
Tujuan jangka panjang bank umum adalah mendapatkan keuntungan. Keuntungan bisa diperoleh jika bank dikelola dengan manajemen yang tepat. Secara umum pengelolaan keuangan perusahaan akan menghadapi tiga masalah yang penting yaitu likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas.
Untuk menjaga posisi perusahaan agar tetap likuid, perusahaan harus mengelola likuiditasnya dengan cara yang benar. Likuiditas bagi bank merupakan masalah yang sangat penting karena berkaitan dengan kepercayaan masyarakat, nasabah, dan pemerintah. Dalam dunia perbankan sering timbul pertentangan antara kepentingan likuiditas dan profitabilitas. Untuk mempertahankan posisi likuiditas yang tinggi berarti harus menggunakan dana yang seharusnya bisa dipinjamkan untuk memperbesar cadangan primer. Dengan demikian maka kesempatan untuk mendapatkan keuntungan akan berkurang. Pengelolaan likuiditas bisa dilakukan dengan dua pendekatan yaitu assets management dan liability management.
Asset management (pengelolaan kekayaan). Asset management adalah pengelolaan kekayaan yang digunakan untuk alokasi dana/kekayaan untuk berbagai alternatif investasi. Dalam pengelolaan kekayaan ini ada beberapa pendekatan yaitu pool of funds, asset allocation, commercial loan theory, shiftability theory, dan doctrine of anticipated income.

1. The pool of funds
Pengelolaan kekayaan dengan pendekatan pool of funds adalah dengan mengumpulkan semua sumber kekayaan menjadi satu dan diperlakukan sebagai sumber dana tunggal tanpa membedakan sumber dananya. Dana yang sudah dikumpulkan menjadi satu akan dialokasikan ke berbagai bentuk kekayaan dengan kriteria tertentu. Bentuk alokasi dana tersebut adalah cadangan primer, cadangan sekunder, pinjaman, kekayaan lain-lain, dan investasi jangka panjang.

2. The asset-allocation
Pada pendekatan ini semua jenis sumber dana dikumpulkan menjadi satu tetapi masing-masing sumber dana dipertimbangkan sifat-sifatnya, tidak menjadi satu sumber dana tunggal. Alokasi dana ini berkaitan dengan sifat masing-masing sumber dana, untuk sumber dana yang tingkat perputarannya tinggi maka
likuiditasnya juga tinggi.
Prioritas pertama alokasi dana adalah untuk kekayaan tetap yang digunakan untuk kegiatan operasional seperti gedung, peralatan, dan sebagainya.
Kedua, bank sebaiknya memelihara cadangan primernya untuk memenuhi kebutuhan likuiditas.
Ketiga, bank sebaiknya mengalokasikan dana untuk cadangan sekunder (surat-surat berharga jangka pendek). Cadangan sekunder ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuditas apabila terjadi penarikan dana dan permintaan kredit yang tidak diperkirakan sebelumnya. Prioritas keempat adalah kredit (pinjaman). Kredit merupakan sumber pendapatan bank yang utama. Kelima, bank sebaiknya meminimalkan resiko kekayaannya dengan melakukan diversifikasi. Investasi pada saham, obligasi, dan surat berharga jangka panjang sebagai prioritas yang terakhir.

3. Commercial loan theory
Penekanan pada pendekatan ini adalah pada pinjaman jangka pendek dan yang bersifat self-liquidating. Seorang pengusaha meminjam dana dari bank untuk menghasilkan barang yang bisa dijual dan dari kelebihan penjualan tersebut pengusaha mampu mengembalikan pinjaman bank. Pendekatan ini tidak banyak dipakai karena perkembangan jaman menuntut bank untuk bisa tetap bertahan.
Perkembangan jaman menuntut bank untuk bisa melayani kebutuhan nasabah yang tidak hanya membutuhkan pinjaman jangka pendek tetapi juga pinjaman jangka panjang. Jika bank hanya mau memberi pinjaman jangka pendek maka bank akan kehilangan banyak nasabah yang membutuhkan pinjaman jangka panjang.

4. Shiftability theory
Teori ini mempunyai asumsi bahwa likuiditas bank bisa dipelihara jika kekayaan yang dipegang bisa digeser menjadi bentuk kekayaan yang lain. Konsep ini telah menggeser fokus sumber likuiditas dari pinjaman ke surat berharga. Seperti commercial loan theory, analisis ini hanya bisa diterapkan untuk bank secara individual bukan untuk sistem perbankan secara keseluruhan. Jika suatu bank membutuhkan lebih banyak cadangan primer dan bank-bank lain tidak, maka bank tersebut mampu mengubah kekayaannya menjadi bentuk yang lebih likuid tanpa kesulitan. Tetapi jika semua bank menginginkan likuiditas yang tinggi pada waktu yang bersamaan maka akan timbul masalah karena tidak ada yang bersedia membeli surat berharga tersebut.

5. Doctrine of anticipated income
The anticipated income theory menyatakan bahwa likuiditas bank dapat direnacanakan jika skedul pembayaran pinjaman didasarkan pada future income para peminjam. Teori ini mengakui bahwa pinjaman tidak selalu self-liquidating. Teori ini mengemukakan fakta bahwa likuiditas bank dipengaruhi oleh batas waktu pinjaman. Kelemahan teori ini adalah adanya ketidakpastian future income dari para peminjamnya. Bank tidak bisa menjamin likuiditasnya apabila angsuran pinjaman ini tidak bisa dibayarkan tepat pada waktunya sehingga kebutuhan likuiditas bank tidak akan terpenuhi.

Liability management (pengelolaan utang). Liability Management adalah suatu proses di mana bank berusaha mengembangkan sumber-sumber dana yang non tradisional melalui pinjaman di pasar uang atau dengan menerbitkan instrumen utang untuk digunakan secara menguntungkan terutama untuk memenuhi permintaan kredit.
Empat puluh tahun yang lalu dunia perbankan telah mengalami perkembangan dalam sifat-sifat utang bank. Bank pada umumnya berusaha memenuhi kebutuhan tambahan dana dengan melalui pasar uang. Perkembangan pasar dana dan Euro dollar memudahkan penerapan filosofi manajemen bank ini. Teori ini menegaskan bahwa likuiditas sekarang ini bukanlah masalah yang berat. Dana akan mudah diperoleh dengan cara menaikkan tingkat bunga sertifikat deposito yang ditawarkan. Bank-bank sekarang menyadari bahwa permintaan kredit bisa dipenuhi dengan cara membeli likuiditas di pasar uang. Bank tidak lagi tergantung pada sumber dana tradisional (giro, deposito atau tabungan). Pemenuhan likuditas bisa melalui sumber-sumber non tradisional seperti pinjaman antar bank, penjualan sertifikat deposito, penerbitan surat berharga di pasar uang, euro dollar.

Korespondensi Perbankan
Dalam menjalankan usahanya, bank tidak bisa terlepas dari jasa-jasa bank yang lain. Jasa-jasa bank lain tersebut bisa dalam bidang keuangan maupun bidang lain. Hubungan sistem antar bank dimana terdapat suatu pengaturan informasi antar bank disebut dengan correspondent banking. Dengan adanya correspondent banking ini jasa pelayanan bank kepada nasabah bisa ditingkatkan efisiensinya.
Dalam perbankan korespondensi dikenal bank koresponden dan bank responden. Bank koresponden adalah bank yang menerima simpanan atau menerima fee sebagai imbalan atas jasa-jasa yang diberikan atau yang akan diberikan kepada suatu bank. Bank koresponden bisa disebut sebagai pihak penjual atau penyedia jasa bagi bank responden. Bank responden adalah bank yang mempunyai rekening atau simpanan pada suatu bank tertentu dan atau membayar suatu jumlah biaya (fee) atas pelayanan yang telah diterima atau yang diperkirakan akan diperoleh. Bank responden disebut juga sebagai pihak pemakai jasa.
Dalam kegiatan sehari-hari sering terjadi bank koresponden juga berfungsi sebagai bank responden. Bank koresponden akan menjadi bank responden bagi bank yang lebih besar. Sedangkan bank responden bisa juga sebagai bank koresponden bagi bank yang lebih kecil. Diadakannya perbankan korespondensi mempunyai tujuan yaitu:
1. memudahkan kliring
2. memudahkan melakukan pembayaran ke dalam dan ke luar negri
3. memudahkan melakukan transaksi-transaksi lain

Jasa-jasa yang ditawarkan oleh bank koresponden kepada bank responden sangat beragam, hal itu disebabkan banyaknya kebutuhan bank responden yang sangat bervariasi. Dengan beragamnya jasa yang disediakan oleh bank koresponden maka kedua bank yang akan menjalin kerjasama tersebut harus membicarakan dulu mengenai jenis jasa yang disepakati serta fee yang akan diberikan. Jasa-jasa bank koresponden yang beragam tersebut meliputi:
a. menangani penagihan cek
b. transfer dana
c. menawarkan dan membantu keikutsertaan dalam kredit sindikasi
d. menyediakan likuiditas
e. jual beli surat-surat berharga untuk dan atas nama bank responden
f. menyediakan fasilitas penyimpanan sekuritas
g. menawarkan kredit kepada direksi atau pejabat-pejabat bank responden
h. ikut serta dalam pemberian kredit jangka panjang yang disalurkan oleh bank responden
i. membantu bank responden untuk memperbaiki prosedur dan sistem operasionalnya
k. melakukan analisis portfolio untuk bank responden

Berdasarkan jasa-jasa yang disediakan oleh bank koresponden, bank responden mengadakan penilaian mengenai jasa-jasa yang dibutuhkan. Dalam penilaian ini termasuk pula penilaian mengenai kualitas layanan, dan juga harus ada pantauan secara terus menerus dari bank responden terhadap jasa yang diberikan oleh bank koresponden.
Apabila menurut penilaian Bank Indonesia (BI), bank melakukan penyimpangan dan melanggar prinsip-prinsip perbankan yang sehat dan tidak mematuhi ketentuanketentuan yang ditetapkan yang diperkirakan akan membahayakan kelanjutan usaha bank maka BI dapat mengambil tindakan:
1. Penghentian sementara pembukaan kantor-kantor bank
2. Penghentian sementara untuk melakukan kegiatan tertentu
3. Penggantian direksi dan dewan pengawas
4. Penambahan modal dan atau pengalihan pemilikan bank
5. Penggabungan atau peleburan usaha bank
6. Penghentian dari kliring
7. Mempertimbangkan pencabutan ijin usaha bank

Berdasarkan segi kepemilikannya bank umum di Indonesia dibedakan menjadi bank umum pemerintah dan bank umum swasta. Bank umum swasta dibedakan menjadi bank swasta nasional dan bank swasta asing.
Definisi bank pemerintah, bank swasta nasional, dan bank swasta asing adalah:
1. Bank umum pemerintah adalah bank yang seluruh modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dan pendiriannya di bawah undang-undang tersendiri.
Contoh bank pemerintah antara lain adalah Bank BINI, Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, dan Bank Tabungan Negara (BTN).
2. Bank umum swasta nasional adalah bank milik swasta yang didirikan dalam bentuk hukum perseroan terbatas dimana seluruh sahamnya dimiliki oleh warga Negara Indonesia dan atau badan-badan hukum di Indonesia serta pengelolaannya ditangani oleh warga negara Indonesia.
Contoh bank swasta nasional antara lain adalah Bank Central Asia, Bank Niaga, BII, Bank Danamon, dan sebagainya.
3. Bank swasta asing adalah bank yang didirikan dalam bentuk cabang bank yang sudah ada di luar negeri atau dalam bentuk campuran antara bank asing dengan bank swasta nasional di Indonesia. Contoh bank swasta antar alain asing adalah Hongkong Bank, Bank of Swiss, dan Bank of America Bank Perkreditan Rakyat

Keberadaan lembaga keuangan bank --Bank Perkreditan Rakyat (BPR) -- tepat sebagai cara alternatif untuk mengurangi adanya dualisme ekonomi keuangan di Indonesia.
Dualisme keuangan ditunjukkan dengan adanya lembaga keuangan yang terorganisir dan lembaga keuangan yang tidak terorganisir. Lembaga keuangan yang terorganisir terdiri dari lembaga keuangan bank komersial dan lembaga keuangan bukan bank yang terdapat di pusat-pusat bisnis dan kota-kota besar. Lembaga keuangan yang tidak terorganisir terdiri dari lembaga keuangan yang tidak berbentuk lembaga keuangan formal seperti rentenir atau lintah darat yang keberadaannya sangat merugikan nasabah peminjam (terutama pedagang ekonomi lemah) karena biaya bunga pinjaman yang tinggi tetapi disenangi nasabah peminjam karena prosedur pinjaman yang mudah dan cepat.
Lembaga keuangan yang tidak terorganisir inilah yang akan dikurangi keberadaannya, yaitu dengan munculnya lembaga keuangan bank seperti BPR. BPR sebagai lembaga keuangan bank yang bersifat gurem -karena ketersedian modal yang terbatas- usahanya melayani sektor informal di perkotaan. Sesuai dengan keterbatasan modal yang dimiliki dan usaha yang bersifat melayani sektor informal, bentuk BPR merupakan bentuk lembaga keuangan bank yang tepat untuk didirikan di Indonesia karena dapat menjadi lembaga keuangan yang dapat berperan dalam usaha pemerataan kesejahteraan
masyarakat golongan ekonomi lemah.
Pengertian BPR menurut UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Adanya perkembangan lembaga keuangan BPR pasca UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tersebut dan kondisi lembaga keuangan pada umumnya terutama pada masa dan pasca krisis moneter tahun 1997, maka pengertian BPR mengalami perubahan dengan munculnya UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 pasal 1 Dalam UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 pasal 1 disebutkan bahwa BPR adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran Dengan demikian ada dua pengertian BPR, yaitu BPR yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional yang tidak diperkenankan melakukan kegiatan berdasarkan Pirnsip Syariah (selanjutnya disebut dan ditulis BPR) dan BPR yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah yang tidak diperkenankan melakukan kegiatan secara konvensional (selanjutnya disebut dan ditulis Bank Syariah).

Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD) dan/atau lembagalembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu dengan memenuhi persyaratan tatacara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan tersebut diberlakukan mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut telah tumbuh dan berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat, maka keberadaan lembaga dimaksud diakui. Oleh karena itu, UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 beserta perubahannya yang ditunjukkan dalam UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 memberikan kejelasan status dari lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka persyaratan dan tatacara pemberian status lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Dalam melaksanakan usahanya, BPR berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi adalah sistem ekonomi Indonesia yang dijalankan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 yang memiliki delapan cirri positif sebagai faktor pendukung dan tiga tiga ciri negatif yang harus dihindari –free fight liberalism, etatisme, dan monopoli. BPR berperan sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Dengan menggunakan Diagram Alir Melingkar Perekonomian dapat dijelaskan peranan BPR, yaitu menghimpun dana dari sektor rumah tangga (kelompok masyarakat berpendapatan rendah) dan menyalurkannya kepada sector perusahaan (kelompok pengusaha ekonomi lemah). Munculnya BPR tersebut menunjukkan bahwa selama ini kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan kelompok pengusaha ekonomi lemah belum mampu melakukan akses ke lembaga keuangan yang sudah ada. Oleh karena itu, peranan lembaga keuangan BPR sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia terutama kesejahteraan kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan kelompok pengusaha ekonomi lemah.

Peranan BPR sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat dapat mewujudkan tujuan BPR, yaitu sebagai lembaga keuangan penunjang pelaksanaan pembangunan nasional (sebagai salah satu sumberdana pembiayaan pembangunan nasional) dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Sesuai peranan BPR sebagai penghimpun dana dari sektor rumah tangga (kelompok masyarakat berpendapatan rendah) dan penyalur dana kepada sektor perusahaan (kelompok pengusaha ekonomi lemah), maka munculnya BPR mempunyai sasaran yaitu melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pegawai, dan pensiunan karena sasaran ini belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan kesempatan berusaha, dan pemerataan pendapatan.Kecuali itu, agar layanan saluran dan alokasi dana kelompok masyarakat tersebut tidak dilakukan oleh para pelepas uang (rentenir).
Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang diperoleh dari spread effect dan pendapatan lain.
Adapun usaha-usaha BPR adalah:
1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
2. Memberikan kredit.
3. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas.

Agar peranan BPR sebagai penghimpun dan penyalur dana khususnya untuk kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan kelompok pengusaha ekonomi lemah yang belum mampu melakukan akses ke lembaga keuangan yang sudah ada dapat optimal, maka BPR dilarang melakukan kegiatan usaha sebagai berikut:
1. Menerima simpanan berupa giro.
2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
3. Melakukan usaha perasuransian.
4. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.


Dalam menyalurkan (mengalokasikan) dana dari kelompok masyarakat berpendapatan rendah yang masih mempunyai kelebihan pendapatan kepada kelompok pengusaha ekonomi lemah yang membutuhkan dana tetapi belum mampu melakukan akses ke lembaga keuangan lain, BPR harus memperhatikan beberapa hal berikut ini:
1. Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian.
2. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
3. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan dari pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
Setiap pihak yang melakukan pendirian BPR wajib terlebih dahulu memperoleh perijinan usaha dari Pimpinan Bank Indonesia. Untuk memperoleh ijin usaha BPR wajib memenuhi persyaratan sekurang-kurangnya tentang susunan organisasi dan kepengurusan, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, dan kelayakan rencana kerja. Dalam memberikan ijin usaha BPR, Bank Indonesia juga wajib memperhatikan tingkat persaingan yang sehat antarBPR, tingkat kejenuhan jumlah BPRd alam suatu wilayah tertentu, dan pemerataan pembangunan ekonomi nasional. Pokokpokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
a. Persyaratan untuk menjadi pengurus bank antara lain menyangkut keahlian di bidang perbankan dan konduite yang baik.
b. Larangan adanya hubungan keluarga di antara pengurus bank
c. Modal disetor minimum untuk BPR.
d. Batas maksimum kepemilikan dan kepengurusan.
e. Kelayakan rencana kerja.
f. Batas waktu pemberian ijin pendirian bank.

Pembinaan dan pengawasan BPR dilakukan oleh Bank Indonesia. Pembinaan BPR ditunjukkan secara lengkap dalam UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36 beserta perubahnnya dalam UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 29, Pasal 31, Pasal 31A, Pasal 33, Pasal 37, Pasal 37A, dan Pasal 37B.
Pengawasan BI terhadap BPR meliputi:
1. pemberian bantuan dan pelayanan perbankan kepada lapisan masyarakat yang rendah yang tidak terjangkau bantuan dan pelayanan dari bank umum, yaitu dengan memberikan pinjaman kepada pedagang/pengusaha kecil di desa dan di pasar agar tidak terjerat rentenir dan menghimpun dana dari mayarakat.
2. membantu pemerintah dalam ikut mendidik masyarakat guna memahami pola nasional dengan adanya akselerasi pembangunan.
3. penciptaan pemerataan kesempatan berusaha bagi masyarakat.

Dalam melakukan pengawasan terhadap BPR akan terjadi beberapa kemungkinan berikut ini:
1. Organisasi dan sistem manajemen BPR, termasuk di dalamnya perencanaan yang ditetapkan.
2. BPR kekurangan tenaga terampil dan profesional.
3. BPR mengalami kesulitan likuiditas.

4. BPR belum melaksanakan fungsi BPR sebagaimana mestinya.

You Might Also Like

0 komentar

THANK YOU FOR COMING

authorThank you for coming to my blog.
Learn More ?



OUR CONTACT

Contact person Nely Aulia : For any business inquiries please contact me through : LINE @ : @jpz0431x (use @) Email: nely_aulia@yahoo.co.id Thank you~

Q OR A

Name

Email *

Message *