PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA DAN NASIOANLISME

8:24:00 PM

1.      Bela Negara
Konsep bela negara dapat diartikan secara fisik dan non-fisik, secara fisik dengan mengangkat senjata menghadapi serangan atau agresi musuh, secara non-fisik dapat didefinisikan sebagai segala upaya untuk mempertahankan Negara dengan cara meningkatkan rasa nasionalisme, yakni kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air, serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara.
Landasan pembentukan bela negara adalah wajib militer. Bela negara adalah pelayanan oleh seorang individu atau kelompok dalam tentara atau milisi lainnya, baik sebagai pekerjaan yang dipilih atau sebagai akibat dari rancangan tanpa sadar (wajib militer). Beberapa negara (misalnya Israel, Iran) meminta jumlah tertentu dinas militer dari masing-masing dan setiap salah satu warga negara (kecuali untuk kasus khusus seperti fisik atau gangguan mental atau keyakinan keagamaan). Sebuah bangsa dengan relawan sepenuhnya militer, biasanya tidak memerlukan layanan dari wajib militer warganya, kecuali dihadapkan dengan krisis perekrutan selama masa perang.
a.      Pengertian bela negara di Indonesia
Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negara dan kesediaan berkorban membela negara. Spektrum bela negara itu sangat luas, dari yang paling halus, hingga yang paling keras. Mulai dari hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata musuh bersenjata.  Tercakup di dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan negara.
b.      Unsur Dasar Bela Negara
1.      Cinta Tanah Air
2.      Kesadaran Berbangsa & bernegara
3.      Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara
4.      Rela berkorban untuk bangsa & negara
5.      Memiliki kemampuan awal bela negara
c.       Dasar hukum
Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
1.      Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan Nasional.
2.      Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3.      Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4.      Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5.      Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6.      Amandemen UUD '45 Pasal 30 ayat 1-5 dan pasal 27 ayat 3.
7.      Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
2.      Nasionalisme
a.   Pengertian Nasionalisame
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa Inggris "nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia.
Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.
Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasanya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini.
Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialisme, pengasingan dan sebagainya.
b.   Beberapa bentuk dari nasionalisme
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen tersebut.
Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat"; "perwakilan politik". Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudul Du Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia "Mengenai Kontrak Sosial").
Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat").
Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya "Grimm Bersaudara" yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman.
Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRC karena pemerintahan RRT berpaham komunisme.
Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah 'national state' adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta sikap 'Jacobin' terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara sistematis, bila mana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di Spanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica.
Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu.
Namun demikian, bagi kebanyakan kelompok nasionalis agama hanya merupakan simbol dan bukannya motivasi utama kelompok tersebut. Misalnya pada abad ke-18, nasionalisme Irlandia dipimpin oleh mereka yang menganut agama Protestan. Gerakan nasionalis di Irlandia bukannya berjuang untuk memartabatkan teologi semata-mata. Mereka berjuang untuk menegakkan paham yang bersangkut paut dengan Irlandia sebagai sebuah negara merdeka terutamanya budaya Irlandia. Justru itu, nasionalisme kerap dikaitkan dengan kebebasan.


Kesetiaan tertinggi
Kesetiaan tertinggi merupakan proses dialektika dari ikatan primordial ke dalam ikatan berdasarkan identitas bersama yang lebih luas. Hal tersebut dimulai ketika berbagai komunitas primordial mengintegrasikan dirinya dan membentuk identitas baru sebagai sebuah bangsa (integrasi nasional). Identitas baru bersama yang lebih luas merefleksikan adanya jati diri bangsa yang dalam bentuk konkrit dapat diketahui dari bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan (identitas nasional). Jati diri dan identitas NKRI tersebut saat ini telah dirumuskan dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan negara sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. (Konsideran UU.No.24 Tahun 2009). Bendera, bahasa, dan lambang negara serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Konsideran UU.No.24 Tahun 2009).
Kokoh dan kuatnya Nasionalisme Indonesia tidak hanya membutuhkan integrasi nasional dan identitas nasional, juga membutuhkan apa yang dinamakan integrasi teritorial. Integrasi teritorial adalah terbentuknya kesatuan administrasi kewilayahan yang berperan untuk melaksanakan kehendak rakyat dalam mencapai tujuan nasional. Kehendak rakyat identik dengan tujuan nasional tercermin dalam pembukaan Undang-Undang dasar 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Semuanya merupakan prasyarat terwujudnya integrasi nasional. Oleh karena itu, integrasi nasional menjadi utuh manakala tercapai integrasi teritorial dan di dalam masyarakat terdapat proses pergeseran loyalitas ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih luas melampaui batas etnis, agama, suku bangsa, budaya, bahasa dan “primordial sentiment” lainnya.
Rumusan singkat tersebut bermaksud memperjelas pemikiran tertentu bahwa “Bela Negara” bagaikan anak cabang dari sebuah “pohon besar” “Nation Indonesia”. Pohon besar Nasion Indonesia atau Bangsa Indonesia dalam bahasa politik aliran dikatakan sebagai Nasionalisme Indonesia adalah Ibu Kandung berdirinya NKRI dan itu sebagai akar dan landasan moral implementasi Bela Negara. Makalah ini adalah sumbangan pemikiran dalam implementasi bela negara. 
Nasionalisme Indonesia di Persimpangan Jalan 
Nasionalisme Indonesia pernah mendapatkan pamor tinggi ketika mampu berperan efektif sebagai alat perjuangan melawan penjajahan. Nasionalisme Indonesia menjadi pembeda “kawan dan lawan”. Bahkan melalui para pemimpinnya mampu didayagunakan sebagai perekat elemen perjuangan bangsa untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Pasca PD II kolonialisme runtuh, di satu sisi tumbuh subur negara merdeka lepas dari penjajahan, di sisi lain terjadi kristalisasi dunia dalam dua blok besar ideologi, Marxisme/Komunisme dan Kapitalisme Liberalisme. Nasionalisme meredup seolah hanya menjadi aliran pinggiran disetarakan dengan ikatan sosial perkerabatan dan ikatan sejenis lainnya. Runtuhnya Blok timur di tahun 1980-an yang merupakan simbol kemenangan kapilatisme/liberalisme melahirkan isu globalisasi, yaitu suatu pemikiran dan tindakan yang menekankan pada universalitas nilai-nilai budaya dan politik serta liberalisasi ekonomi atau berdasarkan mekanisme pasar bebas.
Pengaruh globalisasi yang makin menguat seolah mengukuhkan fakta bahwa nasionalisme “telah kehilangan elannya”. Hal tersebut menimbulkan efek bola salju berupa keleluasaan elemen strategis bangsa dalam merumuskan “platform politik-nya“. Sejak era reformasi, bursa kepartaian di Indonesia sebagian menawarkan platform politik yang “eksklusif dan sektarian”. Wajar manakala sebagian masyarakat mempertanyakan komitmennya terhadap NKRI, Pancasila dan UUD 1945.
Di sisi lain secara hipotetis akhir-akhir ini muncul kecenderungan bahwa pemahaman ideologi bangsa mengalami pendangkalan. Pancasila dan UUD 1945 bukan difungsikan sebagai formula pembebasan dari kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan, bukan pula sebagai keyakinan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, namun lebih mengemuka sebagai sarana menggalang massa dan merebut kekuasaan.
Spirit tersebut menciptakan kondisi antagonis karena politik berbasis ideologi sektarian dengan mudah beraliansi dengan kelompok nasionalis berkarakter hipokrit oportunis, gerakannya meluas, merambah ke berbagai jalur dan strata kekuasaan. Hal ini ikut mewarnai peran institusi negara yang harusnya sebagai ajang loyalitas dan partisipasi masyarakat dalam berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan negara tanpa diskriminasi, direduksi untuk kepentingan jangka pendek, sebagian dibelokkan serta disisipi kepentingan eksklusif sektarian pemegang kekuasaan politik, bahkan diperas untuk memperkaya diri.
Kondisi tersebut merefleksikan bahwa pembentukan bangsa Indonesia adalah pekerjaan yang belum selesai. Negara bangsa yang relatif masih muda masih terus dipenuhi beban dan dinamika “primordial sentiment” konco-isme, dan sebagai “kuda tunggangan” sehingga makin berat untuk mencapai integrasi nasional. Untuk membangun negara bangsa, makin banyak dibutuhkan energi gerak integrasi masyarakat. Upaya persemaian dalam ikatan-ikatan kultural agar tumbuh menjadi ikatan yang lebih luas yang mendukung pemerintahan nasional makin sulit diwujudkan karena bagaikan tanaman yang kurang pupuk dan terserang hama. Ada beberapa alasan dan penjelasan dari kondisi dan tantangan tersebut.
1.      Berkembangnya pandangan miring sebagian masyarakat bahwa era kolonialisme telah berakhir maka berakhir pula peran historis nasionalisme. Nasionalisme Indonesia sudah tidak relevan dihidup-hidupkan karena hanyalah keharusan dan kebutuhan penulisan sejarah karena nasionalisme mengandung “absurditas” yang tinggi. Dalam banyak hal berbeda dengan “primordial sentiment” justru dipandang bisa menjadi dasar yang kuat untuk membentuk identitas, mendulang dan meningkatkan klaim kekuasaan. Walaupun kadang tercium bau busuk gerak “primordial sentiment” berupa upaya pembelokan makna negara bangsa dengan meminggirkan eksistensi kelompok-kelompok lain, namun faktanya cukup laku jual dan inilah fenomena yang perlu terus dikritisi.
Belakangan ini bahkan muncul gerakan sistematik dan legalistik yang mengedepankan spirit primordial, dilandasi sifat budaya dan tingkah laku politik berbasis suku bangsa, agama, budaya, etnik, daerah, dan pengelompokan lain yang bersifat “given”. Rupanya banyak yang tidak menyadari bahwa kolonialisme fisik yang konfensional bukannya telah mati namun hanya “berganti bulu”, bermetamorfosis dalam bentuk kekuatan ekonomi kapitalis liberalis yang dalam kiprahnya bisa menyusup, memengaruhi dan bahkan menyampuri kebijakan politik domestik/dalam negeri. 
2.      keberhasilan perjuangan politik sebagian rakyat di Yugoslavia dan Uni Sovyet yang menjadikan negara tersebut pecah dan berdiri negara-negara baru berdasarkan etnonasionalisme menjadi acuan dan inspirasi perjuangan. Sadar atau tidak, sebagian elemen bangsa Indonesia yang sejatinya nasionalis terlambat menyadari malahan mungkin sengaja memperlemah diri, mengendorkan prinsip “civil politics”, ikut menebar benih etnonasionalisme hanya karena untuk kepentingan sesaat, beraliansi dengan penganut paham “primordial sentiment“, karena tergiur merebut jabatan-jabatan politik atau sesuatu yang berbentuk materi. Dampaknya, strategi politik “Bhinneka Tunggal Ika” yang bermakna bahwa pembentukan satu kesetiaan nasional dilakukan dengan tidak menghilangkan keanekaragaman walaupun masih mendapat tempat di sebagian besar masyarakat namun mulai terkikis karena ketidakpahaman terhadap gerakan etnonasionalisme.
3.      nasionalisme Indonesia semakin berada di persimpangan jalan karena maraknya paham globalisasi yang mengedepankan liberalisasi nilai-nilai universal politik, ekonomi, dan budaya. Arus tersebut semakin menguat, mendapat tempat dan pengaruh karena didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi terutama telekomunikasi dan informasi serta kekuatan modal yang tak terhingga, tampil menjadi simbol kemajuan dan pergaulan dunia.
Di bidang ekonomi khususnya perdagangan luar negeri, Indonesia sering ditekan dengan berbagai alasan. Ketika pemerintah harus melakukan proteksi dan/atau restriksi terhadap produk nasional untuk melindungi petani, nelayan atau kalangan lain sebagai produsen agar lebih berdaya saing dituduh melangar prinsip perdagangan pasar bebas. Di bidang politik, masih segar dalam ingatan bahwa percepatan pelaksanaan otonomi daerah mulai tahun anggaran 2001 (Januari-Desember) antara lain untuk memenuhi permintaan IMF. Bagaimana menanggapi isu “dunia tanpa batas” dari perspektif budaya, perlu dipahami dalam koridor Indonesia sebagai negara merdeka yang berdaulat di darat, laut, dan udara, serta sebagai bagian dari masyarakat dunia yang berhak menentukan dan mencapai tujuan nasionalnya.

 Implementasi Bela Negara
Dari uraian tersebut diatas kita harus tetap optimis bahwa negara dan bangsa kita akan tetap mampu meraih apa yang menjadi tujuan dibentuknya negara Indonesia. Secara kronologis bila bermaksud melihat tantangan di depan perlu dikaji dengan dua dimensi lainnya, yaitu masa lalu dan masa kini. Pengalaman merdeka lebih dari enam puluh lima tahun telah cukup menjadi ujian dan cobaan. Melihat secara jernih dan cermat situasi sekarang sesungguhnya kita masih memiliki modal sosial besar dan kuat bahwa ke depan negara dan bangsa Indonesia akan lebih eksis dan lebih baik dari sekarang.
Terkait dengan itu setiap warganegara dalam keseharian atau kebijakan negara (termasuk daerah) sejak diformulasikan hingga diterapkan termasuk dalam hal bela negara perlu disadari bahwa ia tidak pernah bergerak di ruang hampa, namun berada dalam dinamika gerak dan pusaran aktivitas masyarakat. Oleh karena ada beberapa pemikiran yang perlu diajukan. 
1.      Bela negara sebagai salah satu kewajiban setiap warganegara mempunyai arena yang sangat luas, perlu diatur secara normatif, ada pembagian peran dan tugas yang  jelas dari setiap komponen bangsa dalam setiap upaya bela negara perlu dilandasi dengan pengetahuan dan kemampuan menganalisis lingkungan strategis sehingga peran serta masyarakat dalam bela negara akan berjalan terarah, selaras dengan visi, misi, program dan kegiatan yang terarah menuju visi NKRI.
2.      Setiap komponen bangsa dalam berbagai jalur, jenjang, dan jenis komunitas perlu terus secara kreatif mengembangkan aktifitas bela negara sesuai dengan tanggungjawab moral dan sosialnya sehingga akan tercipta suatu bangunan sosial yang berketahanan secara berjenjang dari individu, keluarga, lingkungan, daerah, wilayah bermuara pada daya tahan dan daya tangkal nasional. Hal ini mengandung makna bahwa apapun kiprah setiap elemen bangsa misalnya bertindak memulihkan lingkungan alam yang rusak, ikut menjaga, memelihara, dan mengamankan fasilitas publik dari vandalisme, aktif dalam menjaga tertib hukum dan tertib sosial, berkiprah meyebarluaskan dan membendung dampak negatif penyalahgunaan narkoba, tidak bertindak koruptif, semuanya merupakan wujud nyata dari peran dalam bela negara dan hal itu akan berakumulasi pada makin kokoh dan kuatnya negara bangsa. Mari kita kidak hanya terus berwacana namun bertindak mulai dari diri kita masing-masing.

You Might Also Like

0 komentar

THANK YOU FOR COMING

authorThank you for coming to my blog.
Learn More ?



OUR CONTACT

Contact person Nely Aulia : For any business inquiries please contact me through : LINE @ : @jpz0431x (use @) Email: nely_aulia@yahoo.co.id Thank you~

Q OR A

Name

Email *

Message *