OTONOMI DAERAH
9:17:00 AM
1. Definisi
Otonomi Daerah
Istilah
otonomi secara etimologi berasal dari bahasa/kata latin yaitu "autos" yang berarti
"sendiri", dan "nomos"
yang berarti "aturan". Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
tentang pemerintah daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Desentralisasi
atau otonomi daerah adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab untuk
menjalankan fungsi pemerintah pusat kepada organisasi-organisasi pemerintah
yang menjadi bawahannya atau yang bersifat semi independen dan atau kepada
sektor swasta (World Bank, 2001).
2. Tujuan Otonomi Daerah
Tujuan
otonomi daerah menurut Smith dalam analisa CSIS yang dikemukakan Syarif Hidayat
(Kurniawati dan Suhartono : 2010) dibedakan dari dua sisi kepentingan yaitu
kepentingan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Ditinjau dari kepentingan
pemerintah pusat tujuan utamanya adalah pendidikan politik, pelatihan
kepemimpinan, menciptakan stabilitas politik, dan mewujudkan demokratisasi
sistem pemerintahan di daerah. Sedangkan jika dilihat dari sisi kepentingan pemerintah
daerah ada tiga tujuan yaitu:
1.
Mewujudkan apa yang disebut sebagai political equality artinya melalui
otonomi daerah diharapkan akan lebih membuka kesempatan bagi masyarakat untuk
berpartisipasi dalam berbagai aktivitas politik di tingkat lokal atau daerah.
2.
Menciptakan local accountability artinya dengan otonomi daerah akan
meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperhatikan hak-hak
masyarakat.
3.
Mewujudkan local responsiveness artinya dengan otonomi daerah diharapkan akan
mempermudah antisipasi terhadap berbagai masalah yang muncul dan sekaligus
meningkatkan akselerasi pembangunan sosial dan ekonomi daerah.
Ciri
utama yang menunjukan suatu daerah otonom mampu melaksanakan otonomi terletak
pada kemampuan keuangan daerahnya (E. Koswara dalam Abdul Halim, 2001:
167-168):
1.
Kemampuan keuangan daerah, artinya
daerah harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber
keuangan, mengelola, dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahaannya.
2.
Ketergantungan kepada bantuan pusat
harus seminimal mungkin, agar Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat menjadi bagian
dari sumber keuangan terbesar sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih
besar.
Dari
uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa keberhasilan otonomi daerah di suatu wilayah
tidak terlepas dari kemampuan keuangan daerah. Aspek keuangan merupakan salah
satu kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerahnya dalam mengurus
rumah tangganya sendiri. Kemampuan keuangan daerah yang dimaksud adalah sampai
sejauh mana suatu daerah dapat menggali sumber-sumber keuanggannya untuk
membiayai kebutuhan-kebutuhan keuangan di daerahnya tanpa harus menggantungkan
diri pada bantuan dana dari pemerintah pusat/pemerintah daerah yang lebih
tinggi.
3. Kemampuan Keuangan Daerah
Kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam
mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan daerah dalam bidang
keuangan. Dalam hal ini, faktor keuangan merupakan faktor yang penting dalam
mengatur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah.
Faktor keuangan menjadi salah satu faktor yang merupakan sumber
daya capital bagi pembiayaan penyelenggaraan roda
pemerintahan daerah. Keuangan daerah adalah keseluruhan tatanan, perangkat
kelembagaan, dan kebijakan penyelenggaraan yang meliputi pendapatan dan belanja
daerah. Dalam UU nomor 25 tahun 1999 disebutkan bahwa perimbangan keuangan
antara pemerintah pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintah
dalam kerangka negara kesatuan dan mencakup pembagian keuangan antara pusat dan
pemerintah daerah, serta pemerataan antar daerah secara proporsional,
demokratis, adil, dan transparan, dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan
kebutuhan daerah, yang sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan
tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya.
Kemampuan keuangan daerah berdasarkan konsep Musgrave &
Musgrave (1980) dalam Sumarsono (2009) dapat dilihat dari hal-hal sebagai
berikut :
1.
Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF)
2.
Kebutuhan Fiskal
Kebutuhan fiskal (fiscal need) dicari dengan menghitung
indeks pelayanan public per kapita (IPP).
PPP = Jumlah
pengeluaran rutin dan pembangunan per kapita masing-masing daerah
Keterangan
: Kalau hasilnya
tinggi, maka kebutuhan fiskal daerah tersebut tinggi.
3.
Kapasitas Fiskal
Kalau hasilnya tinggi,
artinya kapasitas fiskal daerah tersebut tinggi.
4.
Upaya Fiskal (Tax effect)
5.
Tingkat PAD standar
6.
Elastisitas PAD
Semakin elastis PAD
suatu daerah, maka struktur PAD struktur PAD di daerah akan semakin baik.
4. Ketergantungan Fiskal Daerah Terhadap
Pusat
Permasalahan yang sering terjadi terkait dengan diberlakukannya
otonomi daerah dan desentralisasi adalah bagaimana daerah dapat mengatasi
ketergantungan terhadap
pemerintah pusat dalam hal ketergantungan fiskal untuk kebutuhan segala
kegiatan pembangunan daerah (Kuncoro, 2004:110). Keberhasilan pelaksanaan
otonomi daerah di Provinsi Jawa Tengah tidak terlepas dari kemampuan dalam
bidang keuangan yang merupakan salah satu indikator penting dalam menghadapi
otonomi daerah. Dalam hal ini pemerintah daerah setempat dituntut untuk
menjalankan pemerintahan secara efektif dan efisien untuk mendorong peran serta
masyarakat dalam pembangunan, dan meningkatkan kesejahteraan dengan meningkatkan
pemerataan dan keadilan.
Untuk mengetahui ketergantungan fiskal pemerintah daerah dapat
dilakukan dengan mengukur kinerja/kemampuan keuangan pemerintah daerah. Mengukur
kinerja/kemampuan keuangan pemerintah daerah dapat dilakukan dengan menggunakan
indikator Derajat Desentralisasi Fiskal (Musgrave & Musgrave, 1980) dalam
Sumarsono (2009). Sedangkan untuk Melihat kesiapan pemerintah daerah dalam
menghadapi otonomi daerah khususnya dibidang keuangan, dapat diukur dari
seberapa jauh kemampuan pembiayaan urusan bila didanai sepenuhnya oleh
Pendapatan Asli Daerah dan Bagi Hasil (Sumarsono, 2009).
Sumber : Aulia, Nely 2014. “Hubungan Desentralisasi Fiskal terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Kemiskinan, dan Kesenjangan Pendapatan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012”. Skripsi. Semarang : Universitas Negeri Semarang.
0 komentar